Friday, July 5, 2013

Modifikasi Kawasaki Ninja 150 Drag Bike, Pakai Kit GP125, Sport Tune-Up s/d 155 cc



ManiakMotor – Selenoid pada bodi karburator Kawasaki Ninja 150 RR ini bertugas menyuplai bahan bakar pada putaran atas. Dia terintegrasi atau terhubung ke pengapian. Kit tersebut milik Yamaha TZ125 versi GP, motor prototipe yang dipakai  balapan kelas capung GP125 yang sekarang jadi Moto2.

Bukan hanya selonoid modal Ninja 150 milik Abirawa DMC Racing (ADR) sering juara Sport 2 tak Tune-Up s/d 155 cc. Diramu bersama ruang bakar dengan lapal-lapal mengorek pakai pisau tunner. “Memang selenoid yang memperbaiki aliran bahan bakar, namun penentunya tetap mengorek sudut squis, transfer, bilas, buang dan kenalpot pada 2-tak,” kata Widodo alias Dodo yang tampangnya seperti petinju dari pada mekanik  ADR yang bermarkas di Pondok Gede, Jakarta Timur itu.  
R. Cholid Teor yang berduet dengan Eko Chodox pada 2013 adalah joki yang telah berulang naik podium dengan motor ini. “Jejaknya di trek pada tarikan awal bagus, karena kurang bengis. Kekurangan bawah ini akan terkejar di atasnya dengan bantuan selenoid. Karakternya memang begitu,” kata Cholid yang juga bertugas sebagai joki penyettingnya. Target tahun ini berlari di bawah 7.350 detik yang jadi best time-nya sekarang.

MIKUNI TM                                                                                         

Selonoid adalah kumparan yang baru bekerja bila mendapat arus. Arus listriknya dari pengapian. Solenoid mengatur jarum untuk membuka tutup nosel menyemprotkan debit bahan bakar. Letak noselnya persis di depan venturi karbu. Pintar kali ya... Berarti ada dua nosel dalam satu karburator, dong.
Perangkat ini dibeli ADR dari Kerry ‘Bob’ Hutama from CMS (Champion  Motor Sport) di Kemayoran, Jakarta Pusat.  CMS memang penyedia part racing sejak ’90- an yang sudah lama sekali.  Namanya juga kit, belinya harus harus satu set, karbu dan pengapian. Kit ini  aslinya untuk TZ125 versi 1998,” singkat Kerry yang sehari-hati tak lepas dari wiiiiiiiiiiing, bunyi pisau tunner, bro.
Karburator yang dilengkapi selenoid  basisnya beda walau mereknya sama. Yang dipakai pada Ninja ini adalah Mikuni TM 38 mm. Lubang nosel dan jarumnya bertingkat ukurannya.  Makanya penggunaan nomor jarum nosel pun lebih bervariasi. Mudah disetting, bila lengkap nomor dan jarumnya. Itu bila dibanding  Mikuni TM tanpa selenoid.
Peranti ini bekerja di atas 8.000 rpm yang berdasarkan bacaan dari pick-coil dan pulser pada magnet pengapian Denso. Makanya settingan pilot-jet dan main-jet bisa dicekek. Tapi hati-hati cekeknya jangan sampai nggak bisa napas dan akhirnya koit. “Istilah cekek yang ini maksudnya, dibikin kering dan siem, karena pada putaran tinggi bensin dibantu selenoid. Itu bukan seperti mencekek leher manusia, hehehe,” canda Dodo yang sering pakai kombinasi pilot-jet dan main-jet  27,5/320.
Karena dijual satu set dengan pengapian, magnetnya juga harus dipakai. Kebetulan Chodox lebih suka magnet, ketimbang piringan almu. Alasannya, motor tidak begitu liar. Pemasangan magnet ini mengharuskan dudukan baru untuk spul dan pick-up coil, “Pengapian dapat enaknya di angka 15o  sebelum TMA,” kata Dodo sembari menunjuk  kotak CDI yang gededi bawah jok bagian belakang.
MEMBRAN V-FORCE3

Bahan bakar yang diolah Mikuni TM selenoid ini, manajemennya wajib diteruskan desain pantat silinder. Konstruksi standar korek mengorek dan kilik mengilik alias kikir mengkikir kudu mempertajam (tirus) pantat blok. Itu sembari mencukur kulit jeruk pada empat lubang transfer dan satu bilas pada silinder Super-KIPS, namun tidak diaktifkan Super-KIPPS-nya.
Intinya, proses itu mengajak kabut bahan bakar pada kompresi awal (pertama) terarah pada lubang-lubang transfer dan bilas.  “Daging lubang bilas dari bagian bawah dikorek 1,5 mm. Sedang semua lubang transfernya  0,5 mm, itu sama dengan membuang kulit jeruknya. Usai dikupas, nggak bisa dimakan, karena metal semua,” kelekar Dodo yang tidak menghitung berapa derajat transfer terbuka dan dilanjutkan pembilasan setelah TMA. Ah, yang penting hasilnya juara, teori belakangan. Bukan geetu Mas Dodo?
Pada mesin 2-tak kompresi primer atau bawah bukan hanya desain ruang kruk-as (crank-case) penentunya. Era moderen kelenturan dan kekuatan membran justru banyak berpengaruh. Tapi tenang, saat ini sudah generasi reed valve atau katup bulu V-Force3. Lidahnya dari karbon tingkat tinggi yang mampu menerusakan dan menutup kompresi bawah dengan baik. Lidahnya bisa untuk merasakan asin dan pedas, haaa? Eh, maksudnya diajak melayani sampai 17.000 rpm. Itu speksifikasi asli V-Force-3, lho.
Maklum,  V-Force-3 sebenarnya untuk special engine yang racing abizzz untuk 2-tak. Sayang, Ninja ini belum pernah diukur rpm-nya, ya kira-kira bisa 14.000 rpm lah. Yang pasti tidak akan melewati 17.000 rpm, limit membrannya. V-Force3  telah disesuaikan dengan intake manifold aluminium babet custom by Dodo. Selain itu, manifold menyesuaiken dengan venturi Mikuni TM yang 38 mm, juga dengan jurus korek mengorek silinder.    
SQUISH 6o




Seliter bensol dicampur oli 15 cc Castrol 747 yang dikarburasi TM dan pengaturan pantat silinder tadi, tujuan akhirnya berpusat pada kubah kepala silinder. Bahan bakar ini diterima dan akan dipusatkan oleh sudut squish yang dibikin 6o (datar bangat ya) yang lebarnya 6 mm. Itu gunanya sudut squish brosist. Di pojok paling pinggir kubah kepala silinder ini terjadi proses terus menerus turbulensi pembakaran dan buang. Di buku tuning disebut squish velocity yang ada rumus bikin pusing 7 keliling sampai puyeng, yeng. Rumus yang didapat dan dihitung dengan komponen  racing, jelas beda dengan material silinder harian yang standar.  
Kata Mas Dodo sih untuk dapat squish itu kepala silinder hanya dibubut 1 mm. Dome atau kubahnya diatur ulang sesuai bentuk saat ini. Volume kubahnya 14.7 cc, itu sudah neto dengan nat atau celah di bibir kepala silinder sebelum sudut  squish. Tinggi lubang buangnya 30 mm atau hanya mencukur 5,5 mm ke atas. Lebar lubang buang 41 mm dengan model lubang lonjong. Sederhananya, mengorek lubang buang sama dengan mempersingkat arus buang bahan bakar. Ilmu kira-kira di 4-tak memperluas durasi kem buang. Pendeknya, sirkulasi pembuanggan sesuai dengan kinerja selonoid mengirim bahan bakar. “Piston tetap standar Ninja, karena peraturannya kan 155 cc. Tidak ada bore-up dan stroke-up,” jelas Dodo.
Kompresi katanya tidak pernah diukur. Toh, dihitung dengan rumusnya tidak sampai 6:1. Wajar, karena menyusutnya tinggi lubang buang yang jadi angka pengali volume silinder untuk hasil akhir kompresi 2-tak. Ah, bodo amat, diukur atau tidak, yang dilihat adalah hasil di sirkuit. Terbukti, Ninja ini sering menghiasi hasil lomba di setiap event trek lurus. Bukan begitu, bro..?

0 komentar:

Post a Comment